TANAMAN HIAS

Jumat, 27 Agustus 2010

ANGGREK

MENGENAL KUMBANG PENGGEREK ANGGREK

Luka pada daun atau batang anggrek tentu akan mengurangi kualitas, harganya pun langsung menurun. Biang kerusakan tanaman anggrek sebagian disebabkan oleh kumbang. Tanpa perhatian serius, kerusakan total bukan mustahil akan terjadi.


Kumbang penggerek anggrek

Perdagangan Anggrek tidak mengenal batas negara. Masing-masing pecinta bunga biasanya memiliki koleksi anggrek dari negara tetangga. Termasuk keelokan anggrek Indonesia sudah dimiliki oleh hobiis di berbagai negara.

Alangkah sayangnya bila anggek-anggrek kelas ekspor terluka oleh Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) alias hama. Pembeli (Buyers) di luar negeri akan berhitung untuk menerima anggrek tersebut.

Serangan OPT pada tanaman hias memang perlu diperhatikan dengan serius. Pasalnya, kerusakan yang ditimbulkan mulai dari luka gerekan di batang hingga kerusakan total pada tanaman sebelum panen. Secara lebih luas, bisa berdampak pada menurunnya populasi nasional.

Menurut data Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, luas tambah serangan OPT pada anggrek tahun 2001 mencapai 2.279 rumpun. Perluasan serangan ini ternyata belum diimbangi dengan upaya upaya pengendalian, yang baru mencapai 370 rumpun. Untuk itu, pembinaan subsistem pengendalian OPT hortikultura harus terus dilakukan agar tingkat serangan berada di bawah ambang batas kendali.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah antara lain menerapkan pedoman budidaya tanaman hias yang sehat. Sementara Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura dalam programnya tahun ini menetapkan ditekankannya seleksi terhadap varietas unggul yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit.

Masyarakat agribisnis anggrek baik petani maupun pengusaha dalam hal perlindungan tanaman tentunya diharapkan berperan lebih aktif. Pengenalan secara dini terhadap OPT tanaman anggrek sedikitnya bisa mengoptimalkan upaya pengendaliannya. Diantara hama-hama penyerang tanaman ini antara lain kumbang penggerek batang dan akar seperti Kumbang Gajah Orchidophillus (= Achythpeus) atterimus Wat., Kumbang Penggerek Omobaris calanthes Mshl., Kumbang Penggerek akar Diaxenes phalaenopsidis Fish.

Serangan Kumbang Gajah Orchidophillus patut diwaspadai karena kumbang jenis ini berukuran kecil dan bertelur pada daun atau lubang pada batang tanaman. Hampir semua jenis anggrek terutama anggrek epifit menjadi sasaran empuk untuk tanaman inang si “gajah” ini. Saat berbentuk larva sudah mampu menggerek daun dan memakan jaringan di bagian dalam batang. Akibatnya, aliran air dan hara dari akar terputus hingga daun-daun menjadi kuning dan layu.

Lebih parah lagi, akan timbul kematian bagian tanaman yang dirusak dan kematian tanaman secara total. Berhati-hatilah karena kumbang Gajah ini menyerang sepanjang tahun dan mengganas pada awal musim hujan.

Karakteristik Kumbang Penggerek

Sebelum melakukan pencegahan atau pengendalian kumbang penggerek tanaman anggrek, perlu diketahui terlebih dahulu biologi, tanaman inang yang sering dihinggapi dan gejala serangannya. Berikut karakteristik beberapa kumbang penggerek dan pengendaliannya.


Kumbang gajah Orchidophillus (=Acythpeus) atterimus Wat.

Kumbang berwarna hitam kotor atau tidak mengkilap ini memiliki ukuran bervariasi antara 3,5 – 7 mm termasuk moncong (menyerupai belalai gajah). Biasanya kumbang bertelur pada daun atau lubang pada batang tanaman. Larva menggerek ke jaringan batang atau masuk ke pucuk/kncup dan tangkai sampai menjadi pupa.

TANAMAN INANG:

Jenis anggrek yang diserang umumya angggrek epifit, antara lain Arachnis, Cattleya, Coelogyne, Cypripedium, Dendrobium, Cymbidium, Paphiopedilum, Phalaeaenopsis, Renanthera dan Vanda.

GEJALA SERANGAN :

Kumbang bertelur pada daun atau lubang batang tanaman. Kerusakan terjadi karena larvanya menggerek daun dan memakan jaringan di bagian dalam batang. Akibatnya, aliran air dan hara dari akar terputus hingga daun-daun menjadi kuning dan layu. Kerusakan pada daun ini menyebabkan daun berlubang.

Larva juga menggerek batang umbi, pucuk dan batang untuk membentuk kepompong.kumbang dewasa memakan epidermis/permukaan daun muda, jaringan/tangkai bunga dan pucuk/kuntum. Timbullah kematian bagian tanaman yang dirusak. Serangan pada titik tumbuh dapat mematikan tanaman. Pada pembibitan Phalaenopsis dapat terserang berat hama ini.

Serangan kumbang gajah dapat terjadi sepanjang tahun, paling banyak terjadi musim hujan, terutama pada awal musim hujan.

PENGENDALIAN :

Kumbang atau kepompong dikumpulkan dengan tangan lalu dibakar. Penggunaan insektisida yang terdaftar dan diizinkan antara lain berbahan aktif karbofuran, profenofos. Media tanam untuk menyemai diberi pupuk yang telah dicampur insektisida sistemik butiran.

Kumbang Penggerek (Omobaris calanthes Mshl.)

Tanaman inang :

Jenis anggrek yang diserang terutama anggrek tanah.

Gejala serangan :

Berbeda dengan kumbang gajah (Orchidophilus), larva kumbang ini menggerek masuk ke jaringan akar/umbi, pucuk dan tangkai bunga sehingga dinding gesekan menjadi hitam. Kumbang dapat dijumpai di bagian tengah tanaman diantara daun bawah. Serangga membuat sejumlah lubang, seringkali berbaris di daun dan tunas yang masih terlipat. Selanjutnya tanaman dapat patah dan mati. Pada tahap awal serangan seringkali merusak akar tanaman dan pada saat bunga masih kuncup. Serangan berat menyebabkan tanaman merana dan dapat mematikan tanaman anggrek secara keseluruhan.

Pengendalian :

Pengendalian kumbang yang larvanya dapat mencapai 5 mm ini bisa menggunakan insektisida, tetapi harus sudah terdaftar dan mendapat izin peredaran.

Kumbang Penggerek Akar Diaxenes phalaenopsidis Fish.

Kumbang jenis ini mempunyai telur berwana hijau terang dengan panjang 2,4 mm dan diletakkan di bawah kutikula akar. Sedangkan larva berwarna kuning dan membentuk pupa dalam suatu kokon yang berserabut/berserat padat. Kumbang dapat hidup mencapai 3 bulan dan daur hidup mencapai 50 – 60 hari. Pada siang hari kumbang ini bersembunyi dan pada malam hari ini memakan daun bagian atas dan meninggalkan potongan atau bekes gerekan yang tidak beraturan di permukaan.

Tanaman inang :

Larva maupun kumbang ini dapat menyerang tanaman anggrek jenis Renanthera, Vanda, Dendrobium, Oncidium, dan lebih khusus anggrek Phalaenopsis.

Gejala serangan :

Larva menggerek akar sehingga mongering dan dapat mengakibatkan kematian. Larva juga menyerang bunga, dan kerusakan yang ditimbulkan oleh hama ini sangat berat jika tidak segera dikendalikan.

Pengendalian :

Penggunaan insektisida yang terdaftar dan diizinkan .




Busuk hitam (Phytophthora spp.)

Gejala serangan: Patogen menyerang daun, pseudobulb, rhizome, dan bunga. Pada daun, gejala yang timbul berupa bercak warna jingga, jingga kecoklatan atau hitam. Bila serangan terjadi di pseudobulb, semua bagian menjadi layu, serangan yang terjadi di kompot menimbulkan gejala dumping off (rebah kecambah) (gambar 3).



Antraknosa (Colletotrichum gloeosprorioides)

Gejala serangan: C. gloeosprorioides dapat menyerang semua bagian tanaman di atas permukaan daun, tetapi pada umumnya menyerang daun. Gejala awal berupa bercak coklat bulat atau tidak beraturan, sedikit mengendap, dengan batas yang jelas. Apabila serangan berlanjut, di bagian yang sakit tampak badan buah patogen (bintik-bintik berwarna pink) yang tersusun secara teratur dalam jumlah besar (gambar 4).


Gambar 4. Gejala serangan cendawan Colletotrichum
gloeosporioides
pada daun anggrek Dendrobium sp.



Kumbang Gajah (Orchidophilus aterrimus)

Gejala serangan: Pada anggrek Vanda dan yang sejenisnya, serangan terjadi di daun pucuk yang menyebabkan bercak daun, sedangkan serangan pada titik tumbuh akan mematikan titik tumbuh tersebut dan mendorong pertumbuhan tunas lateral (gambar 1). Pada anggrek Dendrobium dan anggrek lainnya, setelah menyerang pucuk OPT ini melanjutkan serangannya ke semua batang sehingga tanaman mati. Serangga perusak adalah kumbang kecil, berwarna hitam dan bermoncong.




Kumbang Bunga (Oulema pectoralis)

Gejala serangan: Semua bagian bunga disukai oleh kumbang ini. Kerusakan berupa luka di sepal, petal, dan putik, bahkan kadang-kadang bagian-bagian tanaman tersebut habis dimakannya (gambar 2). Larva perusak maupun kumbang dewasa berwarna kuning. Kepompong dibungkus semacam busa berwarna putih.



KRISAN

Liriomyza spp.

Kosmopolitan Pengganggu Krisan

Selain merusak penampilan, serangan Liriomyza spp. mengakibatkan berkurangnya area fotosintesis, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terganggu. Hama ini mewabah hampir di seluruh dunia tempat krisan ditanam.


Gejala serangan Liriomyza spp

Sungguh mengenaskan bila krisan harus mati dimakan hama sebelum berkembang., karena orang menikmati tanaman ini dari keindahan bentuk dan warna bunganya. Serangan hama sudah menjadi resiko tanaman hias bunga potong ini yang biasanya dibudidayakan di bawah naungan seperti halnya mawar. Berbeda dengan gladiol dan sedap malam yang umum dibudidayakan di lahan terbuka.
Perbedaan lingkungan tanaman mempengaruhi jenis hama yang dominan pada lingkungan tersebut.

Mempengaruhi pula cara pengendalian hama utamanya. Meskipun ambang kendali hama pada tanaman hias sangat rendah, umumnya petani hanya mengandalkan pada pestisida sistesa yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena tanaman hias-terutama yang bernilai tinggi dan dapat diekspor-, memerlukan perlindungan dari organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang sangat intensif. Apalagi buyer di luar negeri menghendaki produk tanaman hias dengan standar kulitas yang tinggi seperti harus memenuhi kriteria indah, tumbuh sempurna, mulus dan tidak ada gangguan OPT.

Karenanya, pemasyarakatan pengendalian hama terpadu (PHT) kepada petani tanaman hias sangat perlu ditanamkan dalam rangka meningkatkan produksi tanaman hias yang berkelanjutan dan berwawasan agribisnis. Salah satu OPT yang harus diwaspadai adalah lalat pengorok daun yang disebabkan oleh Liriomyza chrysanthemi, L. Huidobrensis, L. Trifolii, (ordo : diptera ; Famili : Agromyzidea)

Laporan serangan lalat pengorok daun pada krisan dari daerah memang belum banyak masuk sampai saat ini. Namun demikian hasil penelitian akibat serangan larva lalat pengorok daun pada tanaman krisan, dapat menimbulkan kehilangan hasil, antara 76-86%. Pada serangan berat tingkat kerusakan bahkan mencapai lebih dari 90%.

Lalat pengorok daun selain menyerang tanaman hias juga bisa menyerang tanaman sayuran, buah-buahan maupun tumbuhan liar. Jenis tanaman yang diserang meliputi kentang, tomat, seledri, wortel, ketimun, caisin, bit, selada, kacang merah, kubis, cabai, bawang merah, buncis, terung, semangka, bayam liar, dan lain-lain. Bila dilihat dari banyaknya tanaman inang ini memungkinkan daya pencar yang cepat sehingga dapat menimbulkan dampak terhadap tanaman budidaya yang diusahakan oleh petani.

Lalat pengorok daun dapat diidentifikasi melalui panjang tubuhnya, yakni antara 1,7-2,3 mm. Sebagian besar tubuhnya berwarna hitam mengkilap, kecuali skutelum dan bagian samping toraks serta bagian tengah berwarna kuning. Telurnya berwarna putih benang, berukuran 0,28 mm x 0,15 mm. Larva berwarna putih susu atau putih kekuning-kuningan, dan yang sudah berusia lanjut berukuran ± 3,5 mm. Puparium berwarna kuning keemasan hingga coklat kekuningan berukuran 2,5 mm. Siklus hidup lalat pengorok daun berkisar antara 22-25 hari, dan stadium pupa 9-12 hari. Imago betina mampu hidup selama 6-14 hari, dan imago jantan 3-9 hari.

Lalat ini bersifat kosmopolitan, artinya tersebar luas di berbagai bagian dunia tempat krisan ditanam. Serangga dewasa adalah sejenis lalat yang menusuk daun yang masih lunak ketika makan ataupun ketika meletakkan telur. Lalat mengorok jaringan di bawah epidermis daun dan membuat saluran-saluran yang tidak beraturan terutama di daerah pinggir daun. Pada saat akan berkempompong larva membuat lubang untuk keluar lalau berkepompong di tanah.

Gejala serangan lalat pengorok daun terjadi karena lalat ini memakan jaringan daun di bawah epidermis, sehingga terbentuk saluran-saluran bekas korokannya yang berwarna putih dengan diameter 1,5-2,0 mm. Pada serangan berat daun akan tampak putih karena yang tersisa hanya lapisan tipis bagian luar daun saja. Selain merusak penampilan, serangan hama ini dapat mengakibatkan berkurangnya area fotosintesis, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terganggu.

Budidaya tanaman sehat cukup membantu mentoleransi pengaruh kerusakan akibat hama ini teruatama pada fase vegetatif pertmbuhan tanaman. Budidaya secara sehat dapat dilakukan anatara lain dengan sanitasi lingkungan melalui membersihkan gulma, pemupukan berimbang, dan secara kultur teknis yaitu dengan menimbun bagian tanaman yang terserang.

Manfaatkan Musuh Alami

PEMANFAATAN musuh alami dapat dilakukan untuk mengendalikan lalat pengorok daun. Parasit yang paling umum dan penting adalah jenis tabuhan yaitu parasit larva Ascecodes sp., Gronotama sp., Hemiptarsemus varicornis, dan Opius sp.

Cara lain pengendalian dapat dilakukan secara fisik yaitu dengan pemasangan kelambu kasa plastik pertanaman. Pemasangan kelambu dilakukan sebelum tanam dan tinggi kelambu disesuaikan dengan kondisi setempat, sehingga aktivitas pemeliharaan tidak terganggu.

Lalat pengorok daun sangat tertarik oleh warna kuning oleh sebab itu dapat dijerat menggunakan perangkap likat kuning (Yellow sticky trap) berbentuk kartu (berukuran 16 cm x 16 cm). Monitoring populasi hama dengan menggunakan perangkap ini dapat digunakan sebagai tindakan pencegahan ataupun sebagai pedoman saat tepat untuk aplikasi pestisida.

Bila langkah fisik mekanis belum berhasil, pakailah insektisida yang efektif untuk mengendalikan lalat pengorok daun pada tanaman krisan yang telah terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian. Beberapa insektisida yang telah direkomendasikan antara lain Agrimec 18 EC (bahan aktif abamektin), Mitac 200 EC (bahan aktif amitraz), Rampage 100 EC (bahan aktif klofenapir), dan Trigard 75 WP (bahan aktif siromazin). Waktu aplikasi dan dosis yang digunakan dapat dilihat pada label masing-masing insektisida yang akan digunakan, demikian juga volume larutan yang diperlukan.

Beberapa jenis ekstrak tanaman yang bersifat insektisida juga dilaporkan memperlihatkan efektifitas yang sama dengan beberapa jenis insektisida sintetik. Ekstrak tersebut dinilai aman bagi lingkungan karena senyawa-senyawanya terurai lebih mudah.




OPT TANAMAN KRISAN



Gejala serangan pengorok daun Liriomyza sp.
pada daun krisan. Foto : Suhardi.

1. Pengorok daun (Liriomyza spp.)

Gejala serangan: Pada daun sisi sebelah atas terdapat lukisan berkelok-kelok berwarna putih yang merupakan terowongan bagi larva serangga yang memakan jaringan daun di bawah epidermis. Serangga dewasa menimbulkan kerusakan di permukaan daun dengan tusukan ovipositornya.




Serangan ulat grayak Spodoptera exigua pada bunga
Krisan. Foto : Suhardi.


2. Ulat grayak (Spodoptera exigua)

Gejala serangan: Larva serangga memakan daun-daun muda dan bunga, sehingga menyebabkan pelukaan.





Kutu daun Macrosiphoniella sanborni pada tanaman
krisan. Foto : Suhardi.

3. Kutu daun (Macrosiphoniella sanborni)

Gejala serangan: Serangga menyerang tunas-tunas muda dan menimbulkan kelayuan pada siang hari. Seranggga berwarna hitam, hidup berkelompok di tunas-tunas muda. Serangan kutu daun mengundang kehadiran serangan embun jelaga, sehingga permukaan daun bagian atas berwarna hitam.


Bercak hitam Pseudomonas cichorii pada tanaman
krisan. Foto : Suhardi

4. Busuk hitam (Pseudomonas cichorii)

Gejala serangan: Serangan terjadi di daun dan batang. Di daun terdapat hawar berwarna coklat tua sampai hitam. Di batang bercak terjadi di pangkal tangkai daun sehingga daun menjadi layu dan menggantung.






MAWAR



OPT TANAMAN MAWAR


Kutu daun Macrosiphum rosae pada tanaman mawar.
Foto : Suhardi.

1. Kutu daun (Macrosiphum rosae)


Gejala serangan: Kutu daun mawar mengkolonisasi tunas-tunas muda dan kuncup bunga, serta mengisap cairan tanaman. Pertumbuhan tunas dan kuncup bunga terhambat dan layu pada siang hari.




Gejala serangan tungau merah Tetranychus uriticae
pada tanaman mawar. Daun terlihat kusam (sebelah
kiri). Foto : Suhardi.

2. Tungau merah (Tetranychus uriticae)

Gejala serangan: Daun-daun yang terserang terlihat kusam. Pada daun sisi sebelah bawah terdapat guratan-guratan kecil bekas luka gigitan. Bila populasi tungau tinggi, akan terbentuk jaring laba-laba di antara daun dengan bagian tanaman lain.


Kutu perisai Aulacaspis tumifaciens pada tanaman
Mawar. Foto : Suhardi.

3. Kutu perisai (Aulacaspis rosae)

Gejala serangan: Kutu perisai mengkolonisasi pangkal batang, batang utama, dan ranting-ranting, akibatnya pertumbuhan dan pembentukan tunas baru terhambat. Tunas baru yang terserang akan mati.


Bercak hitam Marsonina rosae atau Diplocarpon rosae
pada daun tanaman mawar. Foto : Suhardi.

4. Bercak hitam (Marssonina rosae atau Diplocarpon rosae)

Gejala serangan: Di permukaan daun sebelah atas terdapat bercak berwarna hitam. Bercak dikelilingi oleh jaringan klorotik kuning. Daun yang terserang berat akan gugur sebelum waktunya, menyisakan daun-daun pucuknya saja.


Penyakit embun tepung, Oidium sp. pada tanaman
Mawar. Foto : Suhardi.

5. Embun tepung (Oidium sp)

Gejala serangan: Di permukaan daun dan jaringan muda terdapat koloni patogen berwarna putih menyerupai tepung. Daun muda yang terserang dapat berubah bentuk, misalnya melengkung ke dalam.





Waspadai Kutu Daun

Tanaman Mawar

Tingkat serangan kutu daun pada tanaman mawar mencapai 35%. Setelah kutu daun dapat merembet ke virus hingga menebarkan cendawan embun jelaga. Manfaatkan predator kumbang Coccinellidae dan gunakan pestisida yang telah terdaftar.

Indonesia telah dikenal penduduk dunia sangat kaya akan berbagai jenis flora, salah satu diantaranya adalah mawar, yang termasuk jenis tanaman hias berbunga. Bunga mawar (Rosa hybrida) memiliki kharisma tersendiri dalam simbol-simbol religi dan tatanan kehidupan manusia. Di samping itu bunga mawar merupakan komoditas yang bermanfaat sebagai bahan obat, pewangi dan penyaman lingkungan hidup.


Kutu daun

Mawar diduga berasal dari belahan bumi utara terutama di dataran Cina, Timur Tengah atau Eropa Timur. Daerah pusat penyebaran tanaman mawar semula terkonsentrasi di kawasan Alaska atau Siberia, India, Afrika Utara dan Indonesia, kemudian menyebar luas ke seluruh dunia. Jenis mawar berdasarkan kelompoknya yang ada di dunia yaitu Hybrid Tea, Polyantha (Baby Rose), Floribunda, Mawar Pagar (Climbing Rose), Grandiflora.

Tanaman mawar banyak dibudidayakan di ketinggian 500 m dpl sampai dataran tinggi + 1.500 m dpl. Pra syarat iklim lainnya adalah suhu udara relatif sejuk antara 18 o - 26 o C, kelembaban 70 % - 80 %, mendapat sinar matahari langsung dan penuh.

Keadaan lingkungan tanaman tersebut mempengaruhi keadaan ekosistemnya yang selanjutnya dapat mempengaruhi jenis hama yang dominan pada lingkungan tersebut. Meskipun ambang kendali hama pada tanaman hias sangat rendah, pengendalian secara terpadu tetap perlu diupayakan dalam rangka meningkatkan produksi tanaman hias baik kualitas maupun kuantitas. Di Indonesia daerah sentra bunga potong mawar banyak ditanam di Bandungan, Cipanas dan Brastagi.

Mawar yang dikenal sebagai “Ratu Bunga” memiliki nilai ekonomi dan sosial yang cukup tinggi. Untuk itu berbagai upaya dilakukan petani untuk meningkatkan produksi, baik secara kualitas maupun kuantitas. Akan tetapi berbagai kendala kerap kali dihadapi petani yaitu adanya serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Salah satu OPT yang perlu diwaspadai adalah kutu daun yang dikenal dengan nama ilmiah Macrosiphum rosae Linn. – Aphid; termasuk dalam Ordo Homoptera, Famili Aphididae.

Laporan serangan kutu daun pada tanaman mawar dari daerah belum ada sampai saat ini. Namun berdasarkan hasil penelitian, populasi kutu daun menurun akibat pengaruh curah hujan yang tinggi, sehingga tingkat serangan kutu daun pada mawar dapat mencapai 35 %. Hama ini bersifat polifag, selain pada tanaman mawar kutu daun juga menyerang tanaman kentang, tomat, cabe, petsai, kubis, sawi, ketimun, semangka, ubi jalar, terung, jeruk, buncis, kapri, jagung.

Tanaman mawar yang terserang kutu daun mawar biasanya membentuk koloni, bergerombol pada bagian tertentu dari tanaman inang. Kerusakan tampak pada bagian tanaman yang masih muda, misalnya tunas-tunas dan daun-daun serta tangkai daun yang muda. Hal ini terjadi karena serangga menusukkan stiletnya, kemudian mengisap cairan sel tanaman, sehingga daun berkerut dan keriting serta pertumbuhan terhambat.

Kutu daun ini juga dapat menjadi vektor penyakit virus. Selain itu sekresi kutu daun ini yang berbentuk embun madu menjadi media bagi perkembangbiakan cendawan embun jelaga yang berwarna hitam.

Serangga kutu daun sangat mudah dikenali, mempunyai tubuh berbentuk oval, lunak, panjang rata-rata 2,0 – 3,6 mm; berwarna hijau kekuning-kuningan sampai hijau. Serangga jantan lebih besar dari pada serangga betina. Di dekat ujung abdomen terdapat sepasang kornikel (cornicie) berbentuk tabung yang merupakan ciri khas kutu daun. Di bagian kepala terdapat sepasang antena yang panjangnya hampir sepanjang badannya. Di ujung abdomen terdapat sebuah cauda.

Kutu daun tidak menyebabkan kerusakan yang berarti, khususnya pada tanaman hias, tetapi pada tanaman tertentu perannya sebagai vektor virus jauh lebih berbahaya, karena virus ini menyebabkan kerugian ekonomi yang tinggi. Kutu daun berbeda dengan serangga lainnya dalam berkembang biak, yaitu dengan melahirkan anaknya (partenogenesis). Kutu betina mencapai dewasa dalam 4 – 20 hari tergantung pada suhu. Kutu betina dapat menghasilkan 20 – 40 nimfa dengan kisaran 2 – 9 per hari. Serangga dewasa dapat hidup sekitar 2 – 3 minggu.

PENGENDALIAN

Pengendalian kutu daun dapat dilakukan dengan menerapkan sistem pengendalian hama terpadu (PHT). Beberapa cara yang dapat ditempuh antara lain dengan pengendalian secara kultur teknis. Cara kultur teknis antara lain dengan pemupukan dan pengairan yang seimbang, sanitasi kebun dengan membersihkan gulma yang ada di sekitar tanaman, dan penggunaan varietas. Berdasarkan pengalaman petani, varietas Pertiwi dan varietas Apollo relatif tahan terhadap serangan hama kutu daun.

Cara lain yakni dengan menggunakan mulsa plastik berwarna perak. Mulsa plastik diyakini mampu menekan perkembangan populasi kutu daun di lahan terbuka. Bisa juga dalam penanaman dibuat dua barisan tanaman jagung sebagai barier di sekeliling petak mawar. Langkah ini sanggup menekan populasi kutu daun.

Pengendalian hama terpadu diantaranya juga dilakukan secara mekanis. Pengendalian secara mekanis dilakukan dengan pencucian bagian tanaman yang terserang dengan sabun dan air.

Sementara, pengendalian secara biologis atau hayati dapat menggunakan musuh alami (predator) kutu daun,. Pemanfaatan musuh alami misalnya predator kumbang Coccinellidae : Coccinella transversalis, Menochillus sexmaculata.

Jika menggunakan bahan kimia dalam pengendalian kutu daun, maka perlu diperhatikan jenis, waktu aplikasi dan dosis pestisida. Disarankan menggunakan pestisida yang telah terdaftar di Departemen Pertanian seperti insektisida Decis 2,5 EC (bahan aktif deltamerin), Buldok 25 EC (bahan aktif bahan aktif betasiflutrin), Condifor 200 LC (bahan aktif imidakloprid), Curacron 500 EC (bahan aktif profenos).

Waktu aplikasi dan dosis yang digunakan dapat dilihat pada label dari masing-masing insektisida yang akan digunakan. Demikian juga volume larutan semprot yang diperlukan. Bagaimanapun, mencegah lebih baik daripada mengobati. Karenanya, menerapkan budidaya yang sehat dengan memilih varietas tahan nampaknya lebih menguntungkan.

0 komentar: